Sunday, March 3, 2013

Sebelum Meninggalkan Tanah Air

Ibu-Ibu dan Bapak Guru Tercinta,

Semoga dalam keadaan sehat, damai, dan sejahtera.  Belum juga berangkat, saya sudah dirundung kerinduan terhadap sekolah (baca: anak-anak, dinamika, dan para guru J). Tapi perjalanan spiritual ini memang selayaknya saya syukuri, karena perlu kekuatan banyak faktor untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, sekali lagi lewat surat ini saya mohon dukungan doa dari para guru sekalian. Berikut ini adalah buah pikir yang muncul untuk saya bagikan.

Hari Minggu, saya sempat ikut kegiatan Car Free Day bersama anak-anak Putra Bangsa yang ikut lomba Senam Sehat Bangsaku. Kita diminta berpartisipasi untuk hadir dalam kegiatan senam massal. Di temani Bu Tika dan Bu Trisna, Lia (G5), Keisha (G5), Revaldo (G5), Fina (G4), Trista (G4), dan Tio (G2), kami bergabung dengan 28 sekolah seluruh kecamatan Klaten Tengah.  Sebelum kegiatan senam massal dimulai, saya dikejutkan oleh serombongan anak-anak kelas 4 yang hadir di lokasi dengan bersepeda. Ternyata mereka bersepeda pagi dihimpun oleh 3 orang guru, Bu Ningrum, Bu Kunthi, dan Bu Nisa. Terlihat juga beberapa orangtua siswa kelas 4. Saya memandang bahwa momen tersebut adalah sesuatu yang menggembirakan sekaligus mengagumkan. Guru dan murid dapat berkegiatan bersama dalam suasana informal merupakan indikasi betapa Putra Bangsa memang a homy schooling.

Ini mengingatkan saya dengan pengalaman pribadi ketika masih SD dulu. SD saya SD kampung. SD Inpres yang konon ‘cuma’ jadi SD cadangan jika SD utama tidak dapat lagi menampung murid-murid di suatu kecamatan). Yang menjadi kenangan manis adalah, bahwa guru-guru di sana amatlah bersahaja dan bersikap hampir sama dengan kita: bersahabat, hangat, dan peduli. Ada guru dari Jawa, Pak Maryanto, mengajar olahraga. Ada guru dari Padang, Bu Noerhaijah, mengajar Agama Islam. Ada Pak Ismail, orang asli Melayu- Muara Tebo, Jambi. Saya amat mensyukuri bahwa dalam kehidupan ini saya pernah berhubungan dengan mereka. Mereka yang mengajarkan saya tentang hidup dalam keberagaman, dan kehangatan pribadi seorang guru. Saya ingat pengalaman saya dengan Pak Ismail. Kami berdua, hanya berdua saja, menyusun dan menyemen bata-bata  taman di depan kelas kami. Pekerjaan itu kami lakukan selama 3 hari setiap siang usai jam sekolah hingga sore. Masih jelas di ingatan saya, ketika itu kami berdua bekerja hanya menggunakan singlet saja (kaos dalam), dan pada akhir hari pekerjaan, kulit tubuh kami sontak bersiluet singlet. Singlet warna kulit! Hahahaha…

Dengan Pak Maryanto, saya beserta beberapa orang teman kelas, menggalang tenaga untuk membantu beliau memberesi rumah barunya. Kami tidak saja membantu memberesi interior rumah Pak Maryanto, tetapi bagian paling serunya adalah saya dan teman-teman ikut membantu Pak Maryanto merubuhkan pohon kelapa tua yang dianggap ‘salah tempat’ di halaman rumah. Seru sekali… Kami semua merasa sangat jantan! Kelapa perkasa yang menjulang dapat kami rubuhkan. Ibu-Ibu, ternyata ada bagian akar kelapa yang rasanya manis. Kami sempat mencicipinya.

Hingga kini, kenangan-kenangan itu masih membekas. Poinnya adalah, anak-anak kita butuh momen-momen yang bisa menjadi kenangan indah bagi mereka. Sehingga jika mereka berada di saat-saat  yang sulit atau keadaan yang buruk, paling tidak kenangan yang kita ciptakan bersama mereka dapat sedikit (atau banyak) memberikan rasa damai, hangat, dan tenteram.

Kembali ke cerita senam.  Rencananya saya hanya menyaksikan saja, tetapi apa daya, terpaksa juga pada akhirnya ikut masuk ke dalam barisan senam. Saya berupaya untuk seminimal mungkin tidak menciptakan gerakan-gerakan sendiri yang aneh. Dengan tergopoh-gopoh, saya mencontoh gerakan Tio yang luar biasa enerjik (anak ini memang luwes sekali!).  Sementara itu, rombongan kelas 4 beserta guru-gurunya mengikuti senam di halaman hotel Grand Tjokro. Bukan hanya senam, mereka bahkan main petak umpet (atau sejenis itu) di halaman hotel. Aduh, Mak! Memang PD luar biasa! Halaman hotel mereka juga anggap halaman sekolah! Saya sampai punya anggapan, jangan-jangan Bu Ningrum, atau Bu Kunthi, atau Bu Nisa diam-diam punya saham di hotel Grand Tjokro.

Guru-guru yang saya kagumi, tetaplah semangat menjalani tugas masing-masing. Jika butuh apa pun yang sekiranya harus didiskusikan, datanglah ke Bu Endang. Beliau selalu siap membantu.
See you soon.


Dharmahouse, 3 Maret 2013
Jabat erat,

Adi