Ibu-Ibu dan Bapak Guru Tercinta,
Semoga dalam keadaan sehat,
damai, dan sejahtera. Belum juga
berangkat, saya sudah dirundung kerinduan terhadap sekolah (baca: anak-anak,
dinamika, dan para guru J).
Tapi perjalanan spiritual ini memang selayaknya saya syukuri, karena perlu
kekuatan banyak faktor untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, sekali lagi lewat
surat ini saya mohon dukungan doa dari para guru sekalian. Berikut ini adalah
buah pikir yang muncul untuk saya bagikan.
Hari Minggu, saya sempat ikut
kegiatan Car Free Day bersama anak-anak Putra Bangsa yang ikut lomba Senam
Sehat Bangsaku. Kita diminta berpartisipasi untuk hadir dalam kegiatan senam
massal. Di temani Bu Tika dan Bu Trisna, Lia (G5), Keisha (G5), Revaldo (G5),
Fina (G4), Trista (G4), dan Tio (G2), kami bergabung dengan 28 sekolah seluruh
kecamatan Klaten Tengah. Sebelum
kegiatan senam massal dimulai, saya dikejutkan oleh serombongan anak-anak kelas
4 yang hadir di lokasi dengan bersepeda. Ternyata mereka bersepeda pagi dihimpun
oleh 3 orang guru, Bu Ningrum, Bu Kunthi, dan Bu Nisa. Terlihat juga beberapa
orangtua siswa kelas 4. Saya memandang bahwa momen tersebut adalah sesuatu yang
menggembirakan sekaligus mengagumkan. Guru dan murid dapat berkegiatan bersama
dalam suasana informal merupakan indikasi betapa Putra Bangsa memang a homy schooling.
Ini mengingatkan saya dengan
pengalaman pribadi ketika masih SD dulu. SD saya SD kampung. SD Inpres yang
konon ‘cuma’ jadi SD cadangan jika SD utama tidak dapat lagi menampung
murid-murid di suatu kecamatan). Yang menjadi kenangan manis adalah, bahwa
guru-guru di sana amatlah bersahaja dan bersikap hampir sama dengan kita:
bersahabat, hangat, dan peduli. Ada guru dari Jawa, Pak Maryanto, mengajar
olahraga. Ada guru dari Padang, Bu Noerhaijah, mengajar Agama Islam. Ada Pak
Ismail, orang asli Melayu- Muara Tebo, Jambi. Saya amat mensyukuri bahwa dalam
kehidupan ini saya pernah berhubungan dengan mereka. Mereka yang mengajarkan
saya tentang hidup dalam keberagaman, dan kehangatan pribadi seorang guru. Saya
ingat pengalaman saya dengan Pak Ismail. Kami berdua, hanya berdua saja,
menyusun dan menyemen bata-bata taman di
depan kelas kami. Pekerjaan itu kami lakukan selama 3 hari setiap siang usai
jam sekolah hingga sore. Masih jelas di ingatan saya, ketika itu kami berdua
bekerja hanya menggunakan singlet saja (kaos dalam), dan pada akhir hari
pekerjaan, kulit tubuh kami sontak bersiluet singlet. Singlet warna kulit!
Hahahaha…
Dengan Pak Maryanto, saya beserta
beberapa orang teman kelas, menggalang tenaga untuk membantu beliau memberesi
rumah barunya. Kami tidak saja membantu memberesi interior rumah Pak Maryanto,
tetapi bagian paling serunya adalah saya dan teman-teman ikut membantu Pak
Maryanto merubuhkan pohon kelapa tua yang dianggap ‘salah tempat’ di halaman
rumah. Seru sekali… Kami semua merasa sangat jantan! Kelapa perkasa yang
menjulang dapat kami rubuhkan. Ibu-Ibu, ternyata ada bagian akar kelapa yang rasanya
manis. Kami sempat mencicipinya.
Hingga kini, kenangan-kenangan
itu masih membekas. Poinnya adalah, anak-anak kita butuh momen-momen yang bisa
menjadi kenangan indah bagi mereka. Sehingga jika mereka berada di
saat-saat yang sulit atau keadaan yang
buruk, paling tidak kenangan yang kita ciptakan bersama mereka dapat sedikit (atau
banyak) memberikan rasa damai, hangat, dan tenteram.
Kembali ke cerita senam. Rencananya saya hanya menyaksikan saja,
tetapi apa daya, terpaksa juga pada akhirnya ikut masuk ke dalam barisan senam.
Saya berupaya untuk seminimal mungkin tidak menciptakan gerakan-gerakan sendiri
yang aneh. Dengan tergopoh-gopoh, saya mencontoh gerakan Tio yang luar biasa
enerjik (anak ini memang luwes sekali!). Sementara itu, rombongan kelas 4 beserta
guru-gurunya mengikuti senam di halaman hotel Grand Tjokro. Bukan hanya senam,
mereka bahkan main petak umpet (atau sejenis itu) di halaman hotel. Aduh, Mak!
Memang PD luar biasa! Halaman hotel mereka juga anggap halaman sekolah! Saya
sampai punya anggapan, jangan-jangan Bu Ningrum, atau Bu Kunthi, atau Bu Nisa
diam-diam punya saham di hotel Grand Tjokro.
Guru-guru yang saya kagumi,
tetaplah semangat menjalani tugas masing-masing. Jika butuh apa pun yang
sekiranya harus didiskusikan, datanglah ke Bu Endang. Beliau selalu siap
membantu.
See you soon.
Dharmahouse, 3 Maret 2013
Jabat erat,
Adi