Tuesday, December 31, 2013

Don dan Nan si Lebah Unik

Pada suatu waktu, ada sebuah koloni lebah yang hidup di Bukit Utara. Lebah-lebah yang tinggal di Bukit Utara hidup dengan aman dan tenteram. Bila para lebah pencari nektar terbang menyusuri lembah ke bawah bukit, akan terhampar aneka bunga cantik warna-warni. Bunga-bunga itu tumbuh subur dan tersebar hampir di seluruh lembah karena bantuan lebah-lebah. Para Bunga pun dengan penuh suka cita menyediakan nektar-nektar segar mereka buat para lebah.

Di koloni lebah Bukit Utara, terdapat sekolah untuk para lebah muda. Di sekolah itu, para lebah diajarkan untuk memilih bunga yang nektarnya siap diambil, mereka diajarkan cara untuk mengambil sekaligus membantu bunga melakukan penyerbukan, dan mereka juga diajarkan untuk saling menjaga dan mengasihi. Sekolah lebah itu begitu hidup. Begitu ceria. Setiap siswa lebah di sana punya kisah. Berikut ini adalah kisah lebah-lebah muda yang belajar di sekolah itu.

Don adalah satu di antara beribu-ribu lebah muda yang menjadi murid di sekolah itu. Dari dulu Don memang berbeda. Ketika teman-temannya telah mampu terbang sejauh 1 km, Don hanya mampu 200 meter. Ketika teman-temannya sudah bisa mengetahui bunga yang sudah siap untuk diambil nektarnya, Don masih kesulitan membedakan antara bunga dengan daun. Don memang ketinggalan dibandingkan teman-temannya. Sewaktu bayi, Don pernah terjatuh dari sarangnya akibat hujan badai hebat menerjang Bukit Utara. Akibat jatuh dari sarangnya yang tinggi dan terhempas hujan badai, ada sensor lebah milik Don yang tidak bekerja dengan baik.  

Don tidak mudah menyerah. Tatkala teman-temannya beristirahat setelah usai belajar, Don masih tinggal di kelas untuk belajar. Sesekali Don terbang keluar membuktikan hal yang sedang dia pelajari. Don tidak sendiri sewaktu dia berjuang untuk mengejar ketinggalannya. Dia ditemani oleh Nan dan Tra. Walau Nan dan Tra sudah menyelesaikan pelajarannya, mereka sesekali tinggal di kelas untuk sekadar menemani Don.

Ada kalanya Nan dan Tra jengkel terhadap Don. Bagi teman-teman, Don sebenarnya lebah yang baik hati, hanya saja karena Don sering bertingkah laku berbeda dengan teman-teman yang lain, Don acapkali membuat Nan dan Tra serta teman-teman lain menjadi jengkel. Ketika semuanya tenang belajar di dalam kelas, Don sering tiba-tiba terbang kian kemari di dalam kelas. Ada pula suatu waktu, ketika semua lebah diberi tugas memilih nektar dari tanaman rambutan, Don malah terbang mengumpulkan nektar dari tanaman jambu air. Don memang selalu punya pendapatnya sendiri. Bu guru lebah Otto memahami Don. Sensor lebah Don mengatakan bahwa saat itu nektar jambu air sedang banyak-banyaknya. Tetapi, tidak semua teman-teman memahami Don. Nan dan Tra yang sering menemani Don terkadang lupa kalau Don memang berbeda.

Suatu hari di dalam kelas, Don terlihat amat sedih. Bu guru Otto melihatnya lalu menghampiri Don.

“Ada apa, Don?” Tanya Bu Otto.

“Mengapa Nan akhir-akhir ini menjauhi saya, ya Bu?” Don balik bertanya. 

Bu Otto menghela napas panjang. Bu Otto tahu kalau Nan memang sengaja menjauhi Don beberapa waktu ini. Nan terlihat terbang jauh-jauh ketika Don mulai mendekatinya. Biasanya Nan sangat senang bila Don membantu membuka kelopak bunga agar nektarnya mudah diambil Nan, tapi sekarang Nan malah terlihat sewot jika Don terbang menghampirinya.

Bu Otto dengan lemah lembut membelai sayap Don dan berkata, “Don, mungkin Nan sedang ada masalah yang membuat dia butuh waktu untuk dirinya sendiri.”

Don mengangkat wajahnya dan menatap wajah Bu Otto dengan penuh ragu, “Kalau memang punya masalah, bukankah lebih baik kalau diselesaikan bersama-sama? Pasti masalahnya cepat selesai, kan Bu?”

Lagi-lagi Bu Otto menghela napas panjang. Dia tahu kalau muridnya satu ini memang punya cara pandang yang berbeda terhadap suatu masalah. 

“Berilah Nan waktu dua sampai tiga hari untuk dia sendiri dulu. Kemudian baru kamu temui dia dan ajak bicara, OK?” Saran Bu Otto.

Don hanya mengangguk dengan berat hati lalu melangkah meninggalkan Bu Otto. Dengan separuh menoleh, Don berkata, “Terima kasih, ya Bu.” Don lalu terbang ogah-ogahan meninggalkan kelasnya.

Bu Otto berbicara dengan Bu Niti perihal masalah Don dan Nan. “Hmm.. sepertinya aku harus mengajak Nan untuk bicara.” Kata Bu Niti di akhir pembicaraannya dengan Bu Otto. Dengan segera Bu Niti  terbang di sekitar kelas mencari Nan.

Terlihat Nan dan Tra serta beberapa teman sedang berkumpul di gudang pengumpulan nektar. 

“Hai, anak-anak…” Sapa Bu Niti.

“Selamat siang, Bu!” Balas anak-anak serentak.

“Ibu perlu bicara sebentar dengan Nan. Bolehkan, Nan?” Ajak Bu Niti. Nan pun datang mendekati Bu Niti.

“Ada apa, Bu?” Tanya Nan.

“Ibu tahu kalau kamu sedang ada masalah dengan Don.” Kata Bu Niti. Nan menundukkan kepala dan sayapnya layu lemas. Lalu Nan mengangguk perlahan.

“Bukan hanya saya yang sedang punya masalah dengan Don, Bu. Teman-teman lain juga.” Nan berkata dengan murung.

Bu Niti mengangguk.

“Iya, Ibu tahu. Ibu ke sini mau memberi tahu Nan sesuatu. Nan tahu tidak kalau Nan itu teman yang berharga buat Don?” 

Nan menggelengkan kepalanya.

Ibu Niti melanjutkan, “Nan, Tuhan menciptakan kita sebagai lebah yang mengumpulkan nektar sekaligus membantu bunga-bunga tumbuh. Selain itu, Tuhan menciptakan kita untuk saling bekerja sama, hal ini yang membuat kita menjadi makhluk teladan. Memang, terkadang kita tidak bisa memilih teman macam apa yang hadir di kehidupan kita untuk bekerja bersama kita.”

Nan mengangkat kepalanya.

“Dan, kamu tahu, Nan? Tuhan mengirimkan kamu untuk menjadi teman bagi Don. Don menganggap bahwa kamu adalah temannya yang paling baik.” Kata Bu Niti sambil menatap Nan dengan lembut.

Nan menatap Bu Niti dengan heran, “Dari mana Ibu tahu?” Tanya Nan.

“Ibu pernah bertanya pada Don dulu sekali. Don, sebutkan tiga teman yang kamu anggap paling baik! Lalu Don menjawab, satu, Nan, dua si Tra, yang ketiga si Rei.”

Mendengar itu, tiba-tiba, mata Nan berkaca-kaca. Bu Niti membelai sayap Nan dengan lembut persis yang dilakukan oleh Bu Otto kepada Don.

“Cobalah menerima Don apa adanya, Nan? Kalau dia bertingkah laku yang menurutmu tidak seperti teman-teman yang lain, anggap saja dia teman yang unik.” “Selama tingkah laku itu tidak melanggar aturan.” Lanjut Bu Niti.

Nan mengangguk sambil mengusap matanya yang mulai meneteskan air mata. “Terima kasih, ya Bu.”

Bu Niti mengangguk sambil terus membelai sayap Nan. “Kalau begitu, sekarang kembalilah ke teman-temanmu.”

Lalu Nan terbang meninggalkan Bu Niti. Tapi dia tidak kembali ke teman-temannya yang sedang ngobrol di dekat gudang nektar. Nan terbang menuju kelasnya.

Esok harinya, Bu Otto datang menemui Bu Niti.

“Selamat pagi, Bu Niti!” Sapa Bu Otto dengan penuh senyum. “Apa yang Ibu sampaikan ke Nan kemarin?” Tanya Bu Otto.

Bu Niti memberitahu Bu Otto semua yang dibicarakannya dengan Nan kemarin.

“Huaaahahahaha…” Bu Otto tertawa terbahak-bahak seusai mendengar cerita Bu Niti. “Walah, Bu.. Bu…” Kata Bu Otto sambil mencoba mengatur napas untuk bicara.

Bu Niti senyum terheran-heran mendapati Bu Otto yang tertawa setelah mendengar ceritanya.

“Ibu Niti tahu apa yang terjadi kemarin setelah Ibu bicara dengan Nan?” Tanya Bu Otto setelah berhasil menghentikan tawanya, tapi masih dengan muka menahan tawa.

Bu Niti menggelengkan kepala penasaran sambil tersenyum geli karena melihat muka merah Bu Otto yang menahan tawa. “Ada apa, sih?” Tanya Bu Niti heran.

Bu Otto menjelaskan bahwa si Nan kembali ke kelas setelah diajak bicara oleh Bu Niti . Di kelas dia malah termenung dengan mata berkaca-kaca. Lalu, Bu Otto mendekati Nan dan bertanya, “Ada apa, Nan? Sudah ketemu dan bicara dengan Bu Niti?”

Nan mengangguk.

Bu Otto melanjutkan “Nan sudah mengerti sekarang? Mengapa Nan berharga bagi Don?”

Nan kembali mengangguk. “Tapi, mengapa...?” Gumam Nan dengan mulai terisak.

“Mengapa apa, Nan” Tanya Bu Otto.

“Mengapa, Bu?” Tanya Nan dengan suara yang mulai membesar dan tangisan yang mulai keras.

“Ya, apa yang kamu mau tanyakan, Nan?” Bu Otto penasaran. Dengan perlahan Bu Otto membelai Nan.

Dengan terisak-isak Nan berkata, “Tapi, mengapa, Bu? Mengapa Rei yang nomor tiga?” Pecahlah tangis Nan.

Bu Otto kebingungan, “Apanya yang nomor tiga? Rei nomor tiga maksudnya apa?”

Dengan menahan isak tangis, Nan menjawab , “Bu Niti pernah tanya Don, urutan teman yang paling baik buat dia.  Saya nomor satu, Tra nomor dua, Rei nomor tiga.”

“Mengapa Rei nomor tiga, Bu? Rei kan baik.” Sambil melanjutkan isak tangisnya.

Mendengar cerita itu, Bu Niti dan Bu Otto tertawa tak tertahankan.

“Dasar, anak-anak…” Kata Bu Niti sambil tertawa.



No comments:

Post a Comment